Rabu, 10 Desember 2008

Desak Pemkab Kembangkan Pupuk Organik
Kelompok Tani Untuk Menghadapi Kelangkaan Pupuk  


MOJOKERTO – Maraknya kelangkaan pupuk yang belakangan dialami petani terus direaksi banyak pihak. Salah satunya keberadaan kelompok tani di Kabupaten Mojokerto. Mereka mendesak Pemkab Mojokerto segera mengoptimalkan program pengembangan pupuk organik melalui pertanian berkelanjutan (PB). Disamping bisa menghindari ketergantungan petani menggunakan pupuk kimia juga menekan biaya produksi pada masa tanam.
Suwito pengurus Kelompok Tani Muda (KTM) Desa Sajen Kecamatan Pacet mengungkapkan, kelangkaan pupuk yang dialami petani saat ini merupakan bagian dari tanggungjawab Pemkab Mojokerto. Sebab, tidak hanya menciptakan ketergantungan juga berpotensi pendistribusian yang menguntungkan pihak tertentu untuk meraup keuntungan. “ Hal seperti ini semestinya tidak didiamkan pemerintah, bila terus berlanjut maka yang dirugikan adalah petani,” katanya. Seperti yang dialami petani di kecamatan Pacet saat ini. Mereka kesulitan mendapatkan pupuk untuk memenuhi kebutuhan masa tanam pertama. Baik di tingkat kios maupun pengecer. “ Kalau ada itupun harus melalui prosedur yang cukup memberatkan,” jelasnya.
Semisal lebih dulu mengajukan kebutuhan pupuk melalui Rencana Devinif Kebutuhan Kelompok (RDKK) kepada distributor melalui kepala desa (kades) dan Petugas pemantau lapangan di masing-masing kecamatan (PPL). “ jika ada itupun tidak memenuhi kebutuhan,” urainya.
Untuk menghindari ketergantungan dan penyelewengan, Suwito mendesak agar pemkab mengoptimalkan program pertanian berkelanjutan. Diantaranya, rutin mengadakan pelatihan terkait pengembangan pupuk organik di tingkat kelompok tani. Berikut memberikan wawasan dampak penggunaan pupuk kimia yang dapat mengikta unsur hara pada lahan tanam. “ Sehingga tanaman sulit menyerap usur hara,” urainya.
Selain itu Rahmat pengurus KTM lainnya mengatakan, dampak lain jika pemkab tidak mengembangkan program pernian berkelanjutan adalah membiarkan pihak tertentu mengeruk keuntungan dibalik ketergantungan pupuk kimia. Yakn sengaja menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 60 ribu persak. Karena itu, agar hal itu tidak berkelanjutan dia berharap Pemkab segera memberikan pengetahun bahaya ketergantungan menggunakan pupuk kimia. Terlebih menyampaikan teknis pengembangan teknologi pertanian dalam bentuk teknologi tepat guna.
“ Karena harganya lebih murah dan cukup efesian,” paparnya.
Hal yang sama juga disampaikan Ayuhan Nafie Kelompok Tani Muda desa Kedungsari kecamatan Kemlagi. Penggunaan pupuk urea kimia kata dia memang cukup instan untuk memenuhi kebutuhan tanam. Namun, jika hal itu terus dibiarkan berlarut maka kelangkaan pupuk selamanya tidak bisa teratasi. “ Sebab masalah pupuk kimia ini bukan persoalan barang, melainkan ketergantungan,” ujarnya. Salah satu cara yang mampu menghindari ketergantungan adalah dengan membudidayakan pembuatan berikut manfaat pupuk organik. Baik kepada petani sendiri maupun PPL di tingkat kecamatan. “ Bila pemkab tetap menggunakan yang lain yang ada justru menghamburkan anggaran saja,” cetusnya.
Sementara itu kordinator Forum Komunikasi dan Informasi Petani (FKIP) Mojokerto, Sukirno, mengatakan turun tangan pemkab dalam pengembangan pertanian berkelanjutan dirasa cukup penting. Disamping bisa menghidari kelangkaan juga dianggap mampu merubah paradigma penggunaan pupuk kimia oleh petani.
“Apalagi saat ini petani masih belum sadar tentang dampak penggunaan pupuk kimia yang berlebihan,” katanya. Dengan demikian dia mengimbau agar pemkab tidak sekedar tebar pesona dalam menangani keluhan para petani. Semisal turun tangan ketika terjadi pupuk langka. Melaikan menaruh komitmen dalam bidang pertanian. “ Paling tidak petani bisa merubah pola pikir soal penggunaan pupuk kimia,” imbuh Sukir. (ris)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar