Senin, 19 Januari 2009

SUBUR TIDAK BERARTI MAKMUR

Indonesia adalah negara yang subur.
Kata-kata itu dulu sering kali terdengar di telinga kita. Apalagi bagi setiap siswa sekolah dasar yang selalu mendapatkan materi pelajaran yang berhubungan dengan kondisi alam Indonesia. Bagaimana dengan kondisi sekarang ?


Ternyata untuk menjawab pertanyaan itu memerlukan penjelasan yang panjang. Kalau dulu, saat kita duduk di bangku SD, kita selalu mendapatkan gambaran dan penjelasan bahwa dengan kondisi alam Indonesia yang subur seakan menjadi kalimat pembenar untuk menyatakan Indonesia “makmur”. Sehingga seringkali kata subur tersebut tidak berdiri sendiri melainkan menjadi kata “subur makmur”.

Kembali pada pertanyaan di atas, tak bisa kita pungkiri seperti halnya yang pernah dilantunkan oleh Koes Ploes tentang perumpamaan untuk menyatakan kondisi kesuburan alam Indonesia bahwa tongkat, kayu dan batu pun bisa jadi tanaman. Demikianlah kiranya kesuburan tanah air kita ini. Tak ada masalah bagi Indonesia untuk sekedar menjadi produsen/penghasil produk-produk pertanian. Hal ini juga yang sering dirasakan petani kita saat ini. Kalau hanya sekedar tehnik atau budidaya tanaman, mereka tidak pernah mendapatkan permasalahan yang berarti. Disamping kondisi tanahnya yang subur, petani Indonesia telah memiliki sejarah dan pengalaman bertani yang cukup baik. Bahkan kalau memang kita benar-benar mau, kiranya bukan masalah yang sulit untuk mewujudkan swasembada pangan di Indonesia atau bahkan mewujudkan kata-kata “makmur” itu sendiri. Tapi mengapa saat ini negara kita jauh dari kata-kata itu?

Selanjutnya, dalam tulisan ini nanti kita tidak akan membahas tentang swasembada pangan atau tentang kesuburan tanah Indonesia. Namun tulisan ini akan mengajak kita berfikir tentang permasalahan besar yang seringkali dialami oleh petani-petani kita khususnya petani-petani kecil dipedesaan berikut alternatif-alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut seperti halnya yang telah diupayakan oleh teman-teman Petani Muda di Desa Sajen Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto bersama Koperasi Pondok Pesantren Darun Najah.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Pacet merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Mojokerto yang menjadi sentra produksi Pertanian. Bahkan untuk wilayah Jawa Timur, Pacet juga dikenal sebagai salah satu sentra produksi hortikultura khususnya komoditas bawang merah. Namun keberhasilan budidaya bawang merah ini ternyata tidak banyak diikuti oleh keberhasilan peningkatan pendapatan petani bawang merah. Hal inilah yang seringkali dialami petani di kawasan ini dan mungkin juga di daerah lain. Ternyata pokok permasalahannya bukan pada tehnik budidaya atau proses produksi melainkan lebih pada sektor pasar dan harga atau pasca panen. Bisa kita bayangkan, dengan kondisi tanah dan alam yang sangat mendukung maka petani Pacet sangat tertarik untuk senantiasa membudidayakan bawang merah. Namun masalah akan di saat panen melimpah namun tidak diimbangi dengan harga pasar yang memadai. Maka bisa dipastikan petani akan mengalami kerugian yang cukup besar. Apalagi saat ini biaya produksi sangat membumbung tinggi.

Hal inilah yang kiranya menjadi permasalahan klasik yang selalu terulang dan menghantui sebagian besar petani kita, apalagi petani hartikultura. Seperti kita ketahui karakteristik produk hortikultura, khususnya jenis sayur-sayuran adalah mudah rusak (busuk) sehingga tidak bisa di simpan dalam waktu yang relatif lama. Sehingga pilihan yang diambil petani biasanya adalah langsung menjualnya. Bahkan seringkali langsung dijual di sawah. Kalau harga jualnya bagus, mungkin petani bisa bernafas lega. Tapi kalau harganya anjlok bagaimana? Inilah yang perlu mendapat perhatian kita bersama.

KTM & KOPPONTREN
Memberi Alternatif Solusi Untuk Mengentas Keterpurukan Petani

Mungkin ada beberapa alternatif yang bisa kita ambil untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk memulainya sebenarnya kita tidak perlu berpikir yang muluk-muluk. Kita hanya perlu memikirkan hal-hal sederhana yang kita sendiri yakin untuk bisa merealisasikan ide-ide kita itu. Yang penting kita benar-benar punya kemauan dan usaha keras untuk mewujudkannya.
Contoh seperti yang ditempuh teman-teman KTM bersama Koppontren Darun Najah. Mereka mulai berfikir tentang pengolahan pasca panen bawang merah. Dasar pemikiran pertama ialah bagaimana bawang merah yang meraka panen ini bisa tahan disimpan dalam kurun waktu yang lebih lama. Sehingga mereka memutuskan untuk menyimpan bawang merah tersebut dalam bentuk bawang goreng. Disamping daya simpannya relatif lebih lama, diharapkan nilai jualnya pun bisa lebih tinggi. Manfaat lainnya adalah kita bisa menyerap tenaga kerja lokal khususnya pemuda-pemuda desa untuk bisa lebih berkarya di sela-sela kesibukannya sebagai petani.
Hal ini menjadi sangat mungkin dan lebih mudah untuk mewujudkannya karena di Desa Sajen Kecamatan Pacet telah berdiri Koperasi milik Pondok Pesantren Darun Najah. Dimana antara KTM dengan Koppontren ini seakan sudah menjadi satu tubuh karena 90 % anggota KTM adalah santri dan juga alumni dari Pondok Pesantren Darun Najah yang otomatis juga sebagai anggota Koperasi Pondok Pesantren tersebut. Bahkan Koordinator CTC-KTM Sajen juga menjabat sebagai Sekretaris di Koppontren Darun Najah.

Ketika produk bawang merah dari petani dikelola oleh Koperasi untuk dijadikan bawang goreng, maka sambil menunggu hasil penjualan (pemasaran) bawang goreng tersebut petani diberi kemudahan untuk mendapatkan bantuan (pinjaman) modal dari Koperasi dalam bentuk saprodi tani (pupuk, bibit dan obat-obatan pertanian). Sehingga petani tidak kebingungan untuk se-segera mungkin menjual bawang merah langsung dari sawah kepada tengkulak seperti yang selama ini sering dilakukan oleh petani.

Namun bukan berarti semua upaya ini lepas dari kendala dan hambatan. Sebagai Kopperasi yang baru mulai merintis usaha Bawang goreng belum genap satu tahun ini, tentunya masih banyak sekali hal-hal yang perlu dibenahi dan dikembangkan. Salah satu diantaranya adalah belum adanya konsumen tetap dengan skala besar yang menampung produk bawang goreng ini. Selama 6 bulan ini masih dalam masa survey pasar dan penjajakan. Disamping mencari kontak-kontak untuk mengembangkan jaringan pasar, selama ini pemasaran masih dilakukan ke konsumen-konsumen lokal diantaranya ke kios-kios, pasar tradisional dan beberapa rumah makan di sekitar Mojokerto. Ke depan kami berharap terbentuk jaringan pemasaran yang kuat dan mendapatkan konsumen yang mampu menampung produk bawang goreng kami dalam skala besar. *Mat.

4 komentar:

  1. Duch keren banget,Blogspotnya...
    Brambang gorengnya saya sudah pernah coba mang enak dan gurih. Kapan-kapan kalau ke Pacet saya mau mampir dan beli dech...

    Selamat untuk kawan-kawan KTM

    BalasHapus
  2. MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA PANEN TIBA

    Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia.
    NPK yang antara lain terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita, dan sudah dilakukan sejak 1967 (masa awal orde baru) hingga sekarang.
    Produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia mencapai swasembada beras dan kondisi ini stabil sampai dengan tahun 1990-an. Capaian produksi padi saat itu bisa 6 -- 8 ton/hektar.
    Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia yang sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin rusak, semakin keras dan menjadi tidak subur lagi.
    Sawah-sawah kita sejak 1990 hingga sekarang telah mengalami penurunan produksi yang sangat luar biasa dan hasil akhir yang tercatat rata-rata nasional hanya tinggal 3, 8 ton/hektar (statistik nasional 2010).

    Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.

    System of Rice Intensification (SRI) yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SBY) beberapa tahun yang lalu adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas, serta harga produk juga jauh lebih baik.
    SRI sampai kini masih juga belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena pada umumnya petani kita beranggapan dan beralasan bahwa walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam proses budidayanya.

    Selain itu petani kita sudah terbiasa dan terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dan serba instan dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga umumnya sangat berat menerima metoda SRI ini.
    Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.

    Kami tawarkan solusi yang lebih praktis yang perlu dipertimbangkan dan sangat mungkin untuk dapat diterima oleh masyarakat petani kita untuk dicoba, yaitu:

    "BERTANI DENGAN POLA GABUNGAN SISTEM SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK AJAIB SO / AVRON / NASA + EFFECTIVE MICROORGANISME 16 PLUS (EM16+), DENGAN SISTEM JAJAR LEGOWO", hasilnya lebih baik, bisa meningkat 1 -- 4 kali disbanding pola bertani biasa.

    Cara gabungan ini hasilnya tetap PADI ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki pada pola SRI, tetapi cara pengolahan tanah sawahnya lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 100% — 400% dibanding pola tanam konvensional seperti sekarang.


    Ditunggu komentarnya di omyosa@gmail.com, atau di 02137878827, 081310104072, atau bisa juga komentar langsung di http://frigiddanlemahsahwat.blogspot.com/2011/07/pertanian-pembangunan-pertanian.html

    BalasHapus
  3. MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA PANEN TIBA (lanjutan)


    PUPUK ORGANIK AJAIB SO/AVRON/NASA merupakan pupuk organik lengkap yang memenuhi kebutuhan unsur hara makro dan mikro tanah dengan kandungan asam amino paling tinggi yang penggunaannya sangat mudah,
    sedangkan EM16+ merupakan cairan bakteri fermentasi generasi terakhir dari effective microorganism yang sudah sangat dikenal sebagai alat composer terbaik yang mampu mempercepat proses pengomposan dan mampu menyuburkan tanaman dan meremajakan/merehabilitasi tanah rusak akibat penggunan pupuk dan pestisida kimia yang tidak terkendali,
    sementara itu yang dimaksud sistem jajar legowo adalah sistem penanaman padi yang diselang legowo/alur/selokan, bisa 2 padi selang 1 legowo atau 4 padi selang 1 legowo dan yang paling penting dalam tani pola gabungan ini adalah relative lebih murah.

    CATATAN:
    1. Bagi Anda yang bukan petani, tetapi berkeinginan memakmurkan/mensejahterakan petani sekaligus ikut mengurangi tingkat pengangguran dan urbanisasi masyarakat pedesaan, dapat melakukan uji coba secara mandiri system pertanian organik ini pada lahan kecil terbatas di lokasi komunitas petani sebagai contoh (demplot) bagi masyarakat petani dengan tujuan bukan untuk Anda menjadi petani, melainkan untuk meraih tujuan yang lebih besar lagi, yaitu ANDA MENJADI AGEN SOSIAL penyebaran informasi pengembangan system pertanian organik diseluruh wilayah Indonesia.
    2. Cara bertani organik tidak saja hanya untuk budidaya tanaman padi sawah, tetapi bisa juga untuk berbagai produk-produk Agro Bisnis yang meliputi pertanian (padi, palawija, buah dan sayuran), perkebunan, perikanan, dan peternakan.

    Hasil panen setelah menggunakan Pupuk Ajaib SO
    Kesaksian untuk tanaman pertanian tanpa pestisida kimia, dan perangsang tumbuh tambahan lainnya :
    * Cabe Organik bias mencapai 6 kg/pohon, dan umur tanaman bisa sampai 3 tahun.
    * Padi Organik bias mencapai rata-rata 16—24 ton / hektar.
    * Bawang Merah Organik bisa mencapai diatas 24--36 ton / hektar
    * Jamur Tiram Organik bisa meningkat 300 % dari biasanya, dan bebas ulat !
    * Bawang Daun Organik bisa mencapai rata-rata 1 kg/batang
    * Kol Organik bisa mencapai rata-rata 5-8 kg/pohon
    * Sawit yg sudah tidak produktif bisa kembali lagi produktif, sedangkan yg diberi pupuk
    kimia tidak ada perubahan
    Kesaksian untuk hewan dan ikan tanpa vaksin, antibiotik, dan vitamin lainnya :
    * Nila 3cm dirawat 2 minggu bisa sebesar umur 2 bulan padahal pakannya hanya
    ampas tahu & bekatul.
    * Bebek afkir yang biasanya telurnya hanya 10% bisa meningkat jadi 50% lebih.
    * Sapi beratnya meningkat di atas 1,5 kg/hari padahal pakannya hanya daun-
    daunan saja.
    * Broiler bisa panen pada hari ke 28-29 berat 1,5-1,7 kg
    * Pembibitan lele angka kematian bisa sampai pada 0%
    * Budidaya belut bibit 3 bulan bisa mencapai berat rata-rata 500 gram/ ekor
    * Lele 5—7 cm bisa panen dalam waktu 29 hari

    Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.

    AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI!!!! SIAPA YANG AKAN MEMULAI? KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI? KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?

    Anda siap menjadi donatur bagi pekerja sosial agen penyebaran informasi, atau Anda sendiri merangkap sebagai pekerja sosial agen penyebaran informasi itu dilokasi sekitar anda berada, atau pada wilayah yang lebih luas lagi diseluruh Indonesia?

    Ditunggu komentarnya di omyosa@gmail.com, atau di 02137878827, 081310104072, atau bisa juga komentar langsung di http://frigiddanlemahsahwat.blogspot.com/2011/07/pertanian-pembangunan-pertanian.html

    BalasHapus
  4. mungkin saya bisa bantu memasarkan produk-produk koperasi tersebut. Silahkan hubungi saya di 08883009503, terima kasih

    BalasHapus