Rabu, 21 Januari 2009

Kunjungan Kawan-Kawan Petani dari Wamena ke KTM



“Tak ada nasi, ubi pun jadi”



         Mungkin kata-kata itulah yang tepat untuk menggambarkan keanekaragaman komoditas bahan pangan yang ada di Indonesia. Slogan tentang keanekaragaman bahan pangan sudah sering terdengar di telinga kita. Baik itu melalui program pemerintah ataupun pihak-pihak tertentu yang memang terkait dengan persoalan tersebut. Dari beberapa informasi yang kami dengar, bahwa pemerintah mensosialisasikan program penganekaragaman bahan pangan tersebut adalah untuk mencari solusi akan kebutuhan beras yang semakin tahun semakin meningkat dengan tajam, padahal total produksi padi di tanah air semakin menurun. Hal inilah yang menjadikan salah satu penyebab sampai-sampai pemerintah harus mengambil kebijakan import beras dari luar disamping mungkin ada sebab-sebab lain yang tidak akan kita bahas dalam tulisan ini.           Untuk beberapa wilayah di Indonesia, program semacam ini mungkin menjadi sangat penting untuk terus dikembangkan. Terutama di wilayah Jawa yang mayoritas penduduknya menjadikan beras sebagai bahan baku untuk makanan pokoknya. Apalagi lahan persawahan di Pulau Jawa semakin tahun semakin menyempit seiring dengan peningkatan pembangunan di bidang industri dan perumahan yang seiring juga dengan pesatnya peningkatan jumlah penduduk.
          Namun perlu kita ingat, bahwa program semacam ini ternyata tidak berlaku secara umum untuk seluruh wilayah Indonesia. Salah satu contohnya adalah di daerah Papua. Beberapa masyarakat di daerah Papua tidak menjadikan beras sebagai komoditas bahan pangan utama. Sebut saja masyarakat di Kabupaten Wamena. Sebagian besar masyarakat Wamena menjadikan umbi-umbian (khususnya ubi jalar) sebagai bahan makanan pokoknya. Namun karena minimnya akses informasi yang mereka terima khususnya masyarakat-masyarakat adat yang tinggal di pedalaman, sehingga proses pengolahan ubi menjadi bahan pangan dilakukan dengan sangat sederhana. Menurut informasi yang kami terima, mereka mengolah ubi hanya cukup dengan direbus atau dibakar dalam prosesi bakar batu . Yaitu sebuah prosesi adat yang sudah berlangsung sejak jaman nenek moyang mereka dahulu dan tetap lestari sampai sekarang.

 


Kunjungan (Study Banding)
Kawan-Kawan Petani WAMENA Ke KTM



   Dengan segala kesederhanaan dan minimnya akses informasi yang mereka terima ternyata tidak menyurutkan semangat para petani Wamena untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan teknologi pertanian yang mereka miliki. Bahkan dengan segala keterbatasan tersebut malah membuat mereka lebih bersemangat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman walaupun harus menempuh perjalanan jauh sampai ke Pulau Jawa. Hal inilah yang kemarin diwujudkan oleh kawan kawan petani Wamena dengan melakukan study banding ke Kelompok Tani Muda Desa Sajen Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto –Jatim.
          Beberapa petani dari Wamena bersama lembaga pendampingnya, pada tanggal 21 Januari 2009 kemarin telah hadir di sekretariat KTM untuk melakukan sharing pengalaman tentang proses budidaya ubi jalar yang dilanjutkan dengan kunjungan ke lahan untuk melihat dan belajar secara langsung proses budidaya ubi jalar di wilayah Pacet. Selama ini di kawasan Pacet - Kabupaten Mojokerto, ubi jalar memang masih menjadi komoditas andalan. Di samping kondisi tanahnya yang memang cocok untuk tanaman tersebut, cara budidaya ubi jalar juga tergolong tidak terlalu rumit dibanding dengan cara budidaya tanaman yang lainnya apalagi hortikultura. Biaya yang dikeluarkan juga tidak begitu banyak. Sehingga petani Pacet lebih memilih untuk bertanam ubi jalar disamping komoditas utama yang lain yaitu jenis sayur-sayuran.

         Berdasarkan hasil sharing kami dengan petani dari Wamena, ternyata proses budidaya yang dilakukan di Pacet tidak jauh berbeda dengan yang telah di lakukan para petani Wamena. Hanya saja orientasi mereka menanam lebih untuk konsumsi sendiri sebagai bahan makanan pokok. Sedangkan kalau di Pacet atau di jawa pada umumnya, orientasinya lebih kedalam skala bisnis (dijual). Dari orientasi yang berbeda tersebut juga memberikan nuansa yang agak berbeda dalam proses budidayanya. Kalau di Pacet, proses budidaya dilakukan secara lebih intensif. Yaitu dengan menambahkan pupuk pada saat budidayanya. Kemudian panennya pun dilakukan secara serentak saat usianya sudah mencukupi yaitu sekitar 5 bulan. Sedangkan kalau di Wamena, proses budidayanya sedikit lebih sederhana. Mereka biasanya tidak menambahkan pupuk pada tanamannya. System budidayanya juga kebanyakan masih menggunakan system ladang berpindah. Sedangkan proses pemanenannya biasanya tidak dilakukan secara serentak melainkan umbi ubi jalar diambil / dipanen sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan makanan sesaat. Yaitu dengan melakukan panen pilih. Umbi yang sudah besar dipanen untuk dimasak (dimakan) hari itu juga sedangkan yang kecil di tutup (ditimbun lagi) dan akan di panen jika sudah besar. Demikian terus menerus sampai akhirnya tanaman ubi jalar tidak produktif lagi. Menurut mereka, proses budidaya ubi jalar semacam ini bisa berlangsung sampai satu tahun.

          Dengan adanya kunjungan dari kawan-kawan petani Wamena tersebut, sedikit banyak telah membuka wawasan bagi kami tentang keanekaragaman yang kita miliki di tanah air tercinta ini. Baik mengenai makanan pokoknya maupun cara budidayanya. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Yang jelas dengan adanya perbedaan tersebut masing-masing diantara kita bisa saling belajar dan saling melengkapi atas kekurangan yang kita miliki.
          Tentunya dalam kesempatan kali ini pula tak lupa kami atas nama seluruh anggota KTM Desa Sajen Kecamatan Pacet mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan petani dari Wamena atas kepercayaan dan kunjungannya kepada kami. Semoga dengan sedikit ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh dari kunjungan / study banding ini bisa membawa manfaat bagi kemajuan dan kesuksesan saudara-saudara kami petani di Wamena.


Selamat Berjuang & Semoga Sukses ….!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar